“Kami Minta Pemerintah Segera melakukan Recovery atau pemulihan Sungai-sungai di Mataram agar tidak menjadi tempat pembuangan sampah Plastik” Ungkap Amri Nuryadi lebih lanjut Direktur Eksekutif Walhi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia telah memiliki PP 22/2021 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Lingkungan hidup yang memandatkan bahwa sungai-sungai di Indonesia Harus Nihil sampah. “Temuan tim Investigasi Walhi NTB dan ESN menemukan sungai-sungai di Kota Mataram dipenuhi sampah plastik dan menyebabkan Sungai Meninting dan Kokoq Jangkuk tercemar Mikroplastik”
Tim Investigasi NTB Barat dan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara Melakukan inventarisasi Timbulan sampah plastik di Saluran dan Sungai di Kota Mataram dan Menemukan perubahan fungsi sungai menjadi Tempat sampah. “Kami menemukan fakta bahwa sungai di kota Mataram berubah menjadi Tempat sampah, sampah sachet, tas kresek, Styrofoam, popok bayi dan sampah pakaian “ . Ungkap Bima Bani Perkasa, Tim investigasi yang beranggotan Peneliti dan Relawan Walhi NTB Bima bani perkasa, Angga putradi, Mathori abdul wahid dan Nelda Hannia serta Peneliti ESN Prigi Arisandi dan Amiruddin Muttaqin mengambil sampel air pada 5 lokasi di Kali Ning, Kokoq Jangkuk dan Sungai Meninting dan rata-rata 290 Partikel Mikroplastik dalam 100 liter air.
lebih lanjut peneliti ESN ini menjelaskan bahwa mikroplastik ini memiliki efek kesehatan manusia, karena mikroplastik dalam air akan menyerak logam berat, polutan di air seperti khlorin atau pemutih dan phospat bahan detergen. “Mikroplastik akan menyerap polutan dan apabila tertelan oleh ikan maka polutan ini akan merusak system reproduksi dan pertumbuhan ikan, jika mengkontaminasi daging ikan maka efeknya akan berlanjut pada metabolisme manusia yang mengkonsumsi ikan tercemar mikroplastik,karena selain menyerap polutan mikroplastik terbentuk dari polimer-polimer yang tersusun atas bahan-bahan pengganggu hormon” ungkap Prigi Arisandi.
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan adalah jenis Fiber.
Berikut penjelasan Prosentase 4 jenis mikroplastik yang ditemukan dan sumbernya :
1. Fiber 57.2 %, sumbernya dari degradasi kain sintetik akibat kegiatan rumah tangga pencucian kain, laundry dan juga limbah industri tekstil. Fiber juga disebabkan oleh sampah kain yang tercecer di lingkungan yang terdegradasi karena proses alam;
2. Filamen 23.8 %, berasal dari degradasi sampah plastik sekali pakai (kresek, botol plastik, kemasan plastik Single layer SL dan jaring nelayan);
3. Fragmen 14.7 %, berasal dari deradasi sampah plastik sekali pakai dari jenis (kemasan sachet multilayer ML, tutup botol, botol shampo dan sabun );
4. Granula 4.3%, berasal dari Microbeads atau bahan sintetis scrub yang ada dalam personal care (sabun, pemutih kulit, sampho, sabun, pasta gigi dan kosmetika).
Uji mikroplastik rapid test menggunakan mikroskop stereo yang disambungkan dengan monitor, sehingga dengan pembesaran 100-400 kali bisa dideteksi secara fisik mikroplastik didalam air.
“Sampel air yang diambil dan disaring dengan plankton net mesh 350 atau didalam 1 inch terdapat 350 benang penyaring, kemudian dipindahkan dalam cawan petri dan diamati dibawah mikroskop stereo dengan pembesaran 100-400, secara fisik mikroplastik fiber Nampak seperti benang-benang dibawah 1 mm berwarna biru, merah sedangkan filament adalah lembaranlembaran plastik warna biru, bening dan untuk fragmen umumnya berwarna biru, coklat dan kuning, fisiknya solid dan sulit untuk di pisahkan atau tidak putus” Ungkap Nelda Hannia, lebih lanjut Relawan Walhi NTB ini menjelaskan jika awal melakukan uji mikroplastik merasa kesulitan namun setelah beberapa saat sudah terbiasa.
Kontaminasi Mikroplastik bisa disebabkan oleh berubahnya fungsi sungai menjadi tempat sampah dan tidak adanya infrastruktur pengolahan sampah yang baik di Kota Mataran dan Kabupaten Lombok barat, indikasi ini bisa dilihat dari :
1. Tidak tersedianya tempat sampah dan system pengelolaan sampah yang memadai pada tiap Kelurahan/Desa (layanan penjemputan sampah, pemanfaatan dan pengolahan )menyebabkan warga membuang sampahnya Ke selokan dan sungai.
2. Rendahnya kepedulian warga pada pentingnya fungsi sungai dan acuh pada dampak lingkungan sampah banyak ditemukan warga menjadikan sungai menjadi Tempat sampah
3. Sampah yang tercecer ditepi sungai terbawa arus menuju ke Hilir hingga ke Muara, bahkan kita bisa melihat sampah tak terhitung jumlahnya dari Kali Ning ke Kokoq Jangkuk.
4. Jenis sampah yang paling banyak dijumpai adalah sampah pembungkus atau sachet yang di produksi oleh brand-brand Besar seperti PT Wings, PT Unilever, PT Mayora, PT Indofood
5. Selain sachet banyak juga ditemukan sampah pakaian, sikat gigi, korek api, sandal sepatu, ban motor, plastik mika dan popok
Tim investigasi juga melakukan Brand Audit untuk mengetahui jenis dan produsen sampah plastik yang banyak dijumpai tertimbun di Sungai Meninting. Dari 1000 piece sampah yang dipunggut di Sungai Meninting di Desa gegerung Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombak Barat dan di Kokoq Jangkuk di temukan 9 Produsen sebagai pencemar adalah PT WINGS, PT UNILEVER, PT NABATI, PT MAYORA, PT P&G, PT SANTOS JAYA, PT UNICHARM DAN PT FORISA
Sampah Sachet Tak Bisa Di daur Ulang
Keberadaan sampah sachet mendominasi sampah yang mengambang di Sungai. “saluran-saluran air dan sungai di Kota Mataram dipenuhi oleh Styrofoam, botol plastik, popok dan terutama sachet, karena terbuat dari beberapa lapisan plastik atau multilayer jenis sampah sachet tidak bisa didaur ulang’ Ungkap Mathori abdul wahid. Sampah sachet yang tidak bisa didaur ulang harus menjadi tanggungjawab produsen, Pemerintah Indonesia memiliki PermenKLHK yang berisi roadmap pengurangan sampah plastik, diantaranya tanggunjawab produsen untuk ikut mengolah 30% sampah plastik packaging yang dihasilkan.
Upaya Efektif Kementerian PUPR, Kementerian Lingkungan Hidup, Kemenko Marves, Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Kota Mataram, Pemerintah Kabupaten Lombok Barat untuk mencegah laju kontaminasi sampah dan limbah domestic membuktikan bahwa pemerintah harus segera melakukan upaya konkrit dan serius dengan:
1. Mempeluas layanan tata kelola sampah hingga pelosok desa/Kelurahan yang di Lewati Kukuq Jangkuk dan Sungai Meninting, pemerintah membangun TPS 3R di setiap Kelurahan/desa yang dilewati Kokoq Jangkuk dan Sungai Meninting dengan didukung fasilitas sampah (dropo sampah) di pelosok desa dan masyarakat yang hidup dibantaran sungai;
2. Menyelesaikan tumpang tindih kewenangan pengelolaan sungai, pemerintah sudah saatnya memangkas birokrasi dan tumpang tindih antar istansi pengelolaa sungai, agar anggaran pengelolaan sungai dan kinerja istansi pengelolaan dapat maksimal;
3. Mengfokuskan anggran APBD dan APBN untuk pengelolaan Kukuq Jangkuk dan Sungai Meninting, pemerintah harus segera menaikkan anggaran untuk pengelolaan Kukuq Jangkuk dan Sungai Meninting dan masalah persampahan dengan memaksimalkan petugas sampah dan fasilitas sampah disetiap kawasan padat penduduk;
4. Membuat terobosan sistem pengaduan pencemaran yang mudah, efisien dan sistematis, perlu edukasi bagi masyarakat tentang tata cara melakukan pengaduan pencemaran, agar masyarakat tidak kesulitan melakukan upaya advokasi jika menemukan suatu planggaran lingkungan;
5. Memaksimalkan penegakan hukum lingkungan agar timbul efek jera, apabila pemerintah sudah membangun infrastruktur pengolahan sampah disepanjang Kukuq Jangkuk dan Sungai Meninting pemerintah kemudian harus serius menindak wargayang membuang limbah dan sampah nya ke sungai, melakukan trobosan yang efisien dan konkrit dalam melakukan pengawasan seperti (pemasangan CCTV di setiap outlet dan titik timbulan sampah, memasang alat pemantau khusus limbah perusahaan yang dapat bekerja selama 24 jam),;
6. Mendorong perusahaan/ Industri untuk patuh terhadap Regulasi lingkungan, upaya EPR (tanggung jawab perusahaan) produsen penghasil sampah plastik harus segera dimaksimalkan, agar tidak ada lagi sampah plastik yang bocor ke sungai; meminta PT WINGS, PT UNILEVER, PT NABATI, PT MAYORA, PT P&G, PT SANTOS JAYA, PT UNICHARM DAN PT FORISA membersihkan sampah mereka dari Kukuq Jangkuk dan Sungai Meninting