PERS RELEASE

WAHANA LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERINGATAN HARI BUMI INTERNASIONAL 22 APRIL 2024

 

PULIHKAN BUMI, PULIHKAN INDONESIA, PULIHKAN NTB !

Secara Global tema Hari Bumi 2024: Planet vs. Plastik yang menyoroti tantangan besar yang dihadapi oleh lingkungan kita akibat penggunaan plastik yang berlebihan. Berdasarkan situs web resmi Hari Bumi 2024, tujuannya adalah untuk mengurangi produk siplastik global hingga 60% pada tahun 2040. Mengajak semua orang untuk terlibat dalam perubahan ini dengan memberikan solusi praktis tentang bagaimana kita dapat mengurangi penggunaan plastic dalam kehidupan sehari-hari. Setiap tahun, jutaan ton sampah plastik mencemari lautan kita. Ini tidak hanya mengancam kehidupan laut, tetapi juga menyebabkan berbagai masalah lingkungan, termasuk pencemaran air, kerusakan ekosistem, dan bahkan masuknya plastic kedalam rantai makanan manusia.

 

Di Indonesia Hari bumi kali ini juga dibarengi dengan dibacakannya putusan MK terkait sengketa Pemilihan Presiden, yang menandai pembangkangan konstitusi yang dilakukan oleh rezim. Masih lekat dalam ingatan kita pembangkangan konstitusi Rezim Jokowi dalam upaya menggolkan Undang-Undang Cipta Kerja bahkan diiringi dengan represi terhadap kelompok penolak Undang-Undang Cipta Kerja. Setelah UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional) melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUUXVIII/2020 (Putusan MK 91), Jokowi tetap bergeming dan tetap menyatakan bahwa investasi tidak berubah pasca putusan Mahkamah Konstitusi, dan bahkan mengancam untuk memecat posisi aparatur negara yang tidak mengawal investasi yang akan masuk. Padahal amar putusan poin 7 dalam Putusan MK 91 menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan / kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luasserta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan denganUndang-Undang Cipta Kerja.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Nusa Tenggara Barat (Walhi NTB) sebagai organisasi lingkungan hidup tidak hanya meyoroti prihal masalah plastik, Walhi NTB menyoroti masalah lingkungan hidup secara kompherensif. Provinsi Nusa Tenggara Barat terletak di bagian timur Indonesia dan terdiri dari 403 pulau-pulau kecil baik yang berpenghuni ataupun tidak berpenghuni. Tidak hanya pulaukecil, NTB juga memiliki kawasan hutan dengan luasan mencapai 1.071.722 juta hektare.  Data hasil investigasi Walhi NTB tercatat lajukerusakan hutan telah mencapai 60% dari luaskawasan hutan yang ada atau sekitar 650,000 Hektaredari 1,1 juta hectare kawasan hutan NTB.

Hasil investigasi Walhi NTB mencatat beberapa pembangunan yang berdampak penting bagi lingkungan hidup sehingga terjadinya kerusakan ekologi dan kehancuran ekosistem diantaranya : Pertambangan PT AMNT yang berada di kawasanhutan (IPPKH) seluas 7000 Ha, pertambangan PT STM memegang izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di Hu’u dompu dengan luas 19.260 hektar yang merupakan wilayah Kawasan hutan di Hu’u Dompu (masukdalam KPHL-Toffo Pajo), pertambangan PT AMG di pesisir Dedalpak Lombok Timur seluas 1.348 Ha. Secara umum jumlah IUP di NTB sebanyak 355 dengan total luasan sebesar 136.642 Ha, belum lagi maraknya pertambangan illegal di Pulau Lombok dan Sumbawa. Adapun sector Pariwisata di kawasan pesisir salah satunya di KEK Mandalika seluas 1.250 Ha, rencana pembangunan Global Hub Bandar Kayangan di Kabupaten Lombok Utara seluas 7.030 Hektar juga akan mengancam terjadinya kerusakan ekologi pesisir Lombok Utara dan rencana pembangunan kereta gantung di kawasan hutan Rinjani seluas 500 Ha.

Belum lagi problem pemenuhan hak setiap warga negara untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat tentunya harus menjadi titik berat pembangunan dari segala sector, akan tetapi niat pencanangan net zero emission tahun 2050 oleh pemerintah NTB berbanding terbalik dengan maraknya penggunaan batu bara dalam pemenuhan pasokan listrik di NTB, secara factual di NTB menggunakan 7 PLTU batu bara sebagai pemenuhan pasokan listrik. Walhi NTB mencatat satu PLTU saja dengan kapasitas 3×25 MW di Desa Taman Ayu Lombok Barat mengoperasikan tiga unit pembangkit dengan kebutuhan batu bara sebanyak 500 ton per hari per unit. Tentunya akan berdampak serius terhadap kesehatan dan lingkungan apabila 7 PLTU berbahan baku batu bara tidak di pensiunkan di NTB.

Selain itu, pada kenyataannya sebagaimana data dan informasi yang banyak di release oleh media massa tentang masyarakat NTB masih hidup dalam kemiskinan yakni termasuk dalam urutan kedelapan dari sepuluh (8 dari 10) daerah termiskin di Indonesia, sebagaimana data yang diperoleh oleh WALHI NTB dari beberapa sumber dan data tahun 2021 yang menyebutkan bahwa angka kemiskinan di NTB sekitar 13,83 % dari jumlah penduduk di NTB atau total penduduk miskin di NTB mencapai 735,30 ribu jiwa.

Ancaman kerusakan lingkungan baik itu kawasan hutan dan pesisir di NTB akan menjadi bom waktu karena adanya pembangunan berbasis kawasan yang tidak memiliki perspektif lingkungan hidup. Ancaman perusakan lingkungan dikawasan hutan dan pesisir disebabkan oleh operasi tambang dan alih fungsi lahan dalam skala besar.

Beberapa waktu lalu prihal tata Kelola sampah juga menjadi polemik, terkait Lokasi TPA Kebon Kongok di Desa Suka Makmur, Lombok menjadi polemik di tengah masyarakat karena sudah melebihi kapasitas sehingga mengganggu kenyamanan warga.

Diketahui TPA Kebon Kongok beroperasi sejak 1993 dengan luas sekitar 13 hektar, dengan beban ideal 991.800 meter kubik. Tepat pada 2021 jumlah sampah yang tertampung telah mencapai batas ideal yang telah ditentukan. Meski kelebihan kapasitas sejak 2021, namun TPA ini masih tetap menjadi lokasi pembuangan sampah Kota Mataram, dan Lombok Barat hingga sekarang, yang per harinya mencapai sekitar 300 sampai 400 ton sampah. Belum adanya penggantian TPA yang baru, kini sejumlah sampah meluber ke kali, dan rencana untuk memperluas wilayah TPA ke Desa Taman Ayu mendapatkan penolakan dari warga.

Peningkatan jumlah sampah yang terjadi tidak hanya meninggalkan polemic di TPA namun berdampak serius pada rusaknya ekosistem hingga masuknya plastic pada rantai maknan manusia ini ditunjukan dengan adanya hasil investigas yang menemukan fakta bahwa sungai-sungai di kota mataram tercemar mikro plastik.

Tim investigas Walhi NTB dan Ecoton menemukan perubahan fungsi sungai menjadi Tempat sampah. Investigasi dilakukan dengan mengambil sampel air pada 5 lokasi di Kali Ning, Kokoq Jangkuk dan Sungai Meninting dan rata-rata sungai tersebut mengandung 290 Partikel Mikro plastic dalam 100 liter air.

 

Grafik Jumlah dan Jenis Mikro plastik di Perairan Mataram dan Kabupaten Lombok Barat

Dari Grafik diatas menunjukan bahwa kandungan mikro plastic tertinggi ada di Kali Ning yang ada di dalam kota Mataram, melalui pemukiman padat penduduk yang tidak memiliki sarana pengelolaan sampah dan perilaku warga membuang sampah kedalam saluran

 

Tabel Kontaminasi Mikro plastik di Perairan Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat

Polemik ini menegaskan bahwa implementasi dari kebijakan yang ada saat ini sangat lemah, regulasi prihal pengelolaan sampah di NTB tertuang dalam Perda No. 5 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah, namun sejauh ini tidak ada solusi konkrit yang dilakukan pemerintah.

Dari sederet pembangunan yang merupakan project maupun program strategis nasional dan investasi, terutama pada sector pertambangan dan pariwisata di NTB sebagian besar jauh dari harapan akan mendatangkan “berkah” bagi rakyat NTB,  justru sebaliknya telah meninggalkan berbagai kerugian dan kerusakan alam di Nusa Tenggara Barat baik di kawasan hutan sampai dengan pesisir, artinya sebagian besar pembangunan di NTB tidak memberikan kontribusi yang signifikan bagi kesejahteraan rakyat justeru berdampak serius hingga terjadinya kerusakan ekologi, perubahan bentang alam baik Kawasan hutan maupun pesisir yang mengakibatkan meningkatnya resiko bencana di banyak wilayah di NTB.

Dalam menyambut Hari Bumi pada 22 April 2024, Walhi NTB dengan tegas menyuarakan beberapa sikap yang sangat penting:

Walhi NTB mendorong Pemerintah NTB untuk memberikan perlindungan terhadap 403 pulau di NTB dari Krisis Iklim, Bencana Ekologis, dan investasi berbasis kawasan. Dan juga walhi NTB menekankan agar pemerintah NTB membatalkan rencana pembangunan di kawasan hutan maupun pesisir yang berpotensi merusak ekologi dan menghancurkan ekosistem, seperti rencana pembangunan kereta gantung, dan lain sebagainya.

Pemerintah NTB untuk segera menghentikan penggunaan batubara sebagai bahan baku pasokan listrik dan mengoptimalkan potensi Energi Baru Terbarukan di NTB. Juga menekankan agar pemerintah NTB segera melakukan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan hidup di kawasan hutan dan pesisir pulau Lombok dan Sumbawa. Melihat potensi kebencanaan di NTB saat ini, maka pemerintah NTB haruslah serius menangani dan menjamin adanya mitigasi kebencanaan di NTB bagi seluruh korban dan wilayah terdampak.