Mataram, 3 Februari 2023 – Sejatinya pembangunan berorientasi pada kemaslahatan masyarakat baik itu kesejahteraan eknomi, pembangunan juga diharapkan mampu mendorong serta membangun relasi sosial yang kuat guna melahirkan kinerja atau budaya kerja yang tinggi di tengah masyarakat, demikian pula terhadap lingkungan hidup harus menjadi perhatian khusus dengan menjaga kelestariannya yang akan menjamin keberlanjutan pembangunan untuk masyarakat;
Dari sederet pembangunan yang merupakan project maupun program strategis nasional dan investasi, baik itu pertambangan, pariwisata, pertanian dan kehutanan, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah salah satu daerah yang menjadi locus sejumlah pembangunan tersebut, namun keberadaan project maupun program strategis nasional dan investasi sebagian besar jauh dari harapan akan mendatangkan “berkah” bagi rakyat NTB, sebaliknya justeru telah meninggalkan berbagai kerugian dan kerusakan alam di Nusa Tenggara Barat baik di kawasan hutan sampai dengan pesisir, artinya sebagian besar pembangunan di NTB tidak memberikan kontribusi yang signifikan bagi kesejahteraan rakyat justeru berdampak serius hingga terjadinya kerusakan ekologi, perubahan bentang alam baik Kawasan hutan maupun pesisir yang mengakibatkan meningkatnya resiko bencana di banyak wilayah di NTB. Selain itu, pada kenyataannya sebagaimana data dan informasi yang banyak di release oleh media massa tentang keadaan masyarakat NTB yang sampai sekarang masih saja hidup dalam kemiskinan yakni termasuk dalam urutan kedelapan dari sepuluh (8 dari 10) daerah termiskin di Indonesia, sebagaimana data yang diperoleh oleh WALHI NTB dari beberapa sumber dan data tahun 2021 yang menyebutkan bahwa angka kemiskinan di NTB sekitar 13,83 % dari jumlah penduduk di NTB atau total penduduk miskin di NTB mencapai 735,30 ribu jiwa;
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat (WALHI NTB) sebagai salah satu entitas gerakan lingkungan hidup di Nusa Tenggara Barat memandang bahwa proyeksi pembangunan atau bahkan investasi yang ada di NTB telah memberikan kontribusi kerusakan yang luar biasa terhadap lingkungan hidup baik di kawasan hutan, pesisir, pulau-pulau kecil maupun terhadap lahan-lahan pertanian produktif sehingga menyebabkan laju kerusakan hutan dan laju adanya lahan kritis sangat tinggi di NTB. Data hasil investigasi Walhi NTB tercatat bahwa laju kerusakan hutan telah mencapai 50% dari
luas kawasan hutan yang ada atau sekitar 550,000 Hektare1 dari 1,1 juta hektare kawasan hutan NTB.
Ancaman perusakan lingkungan dikawasan hutan terutama disebabkan oleh operasi tambang dan alih fungsi lahan dalam skala besar, baik diwilayah hutan maupun pesisir. Sejumlah pertambangan besar yang menguasai lahan dalam wilayah hutan dan pesisir antara lain: PT. Aman Mineral Nusa Tenggara (dahulu PT. NNT) dengan luas 125.341,42 Hektar di Kabupaten Sumbawa Barat. Dan industri tambang yang sedang memulai eksplorasinya yaitu PT. STM memegang izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di Hu’u dompu dengan luas 19.260 hektar yang merupakan wilayah Kawasan hutan di Hu’u Dompu (masuk dalam KPHL-Toffo Pajo), begitu pula dengan Proyek Smelter di Kabupaten Sumbawa Barat yang digadang akan dibangun oleh dua perusahaan besar, yaitu: PT. CHina Nonferrous Meta Industry Foreign Engineering Construction Co., Ltd (NFI), dan PT. PIL Indonesia. Selain pertambangan berizin, di NTB juga tercatat bahwa maraknya illegal mining atau tambang illegal (Pertambangan tanpa izin) diantaranya adalah di Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa juga menjadi penyebab kerusakan hutan dan ekologi yang juga menjadi penyebab terjadinya bencana banjir di banyak wilayah di NTB;
Salah satu investasi yang digadang dan menurut Pemerintah Provinsi NTB akan mendatangkan berkah bagi pariwisata di NTB adalah pembangunan kereta gantung di kawasan hutan rinjani (RTK 1) dengan luas areal 500 Ha beserta pembangunan infstrukturnya dan rencana pembangunan resort, termasuk di dalamnya akan memanfaatkan lahan yang di kelola oleh warga/petani dalam skema perhutanan sosial baik itu Hutan Kemasyarakatan maupun TAHURA dengan nilai investasi sebesar 2,2 Trilyun Rupiah;
Demikian pula, makin parahnya kerusakan ekologi di pesisir karena alih fungsi lahan untuk investasi baik itu pariwisata, tambak udang, Budidaya mutiara skala besar(Contoh PT Autore Pearl Culture di jerowaru) dan program strategis nasional yaitu kawasan ekonomi khusus mandalika dan lain-lain menjadi bagian terpenting untuk diperhatikan bersama dalam menjaga dan memperjuangkan kelestarian lingkungan hidup di NTB di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
Kondisi yang terjadi pada proses pembangunan dan investasi di NTB diperparah lagi dengan adanya beberapa regulasi di tingkat nasional yaitu PERPU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Ciptakerja yang memberikan keleluasaan bagi invetasi tanpa memperhatikan keadilan ekologis dan perlindungan terhadap sumber-sumber penghidupan rakyat baik di kawasan hutan maupun di pesisir;
Untuk itu, dalam memperjuangkan penegakan kedaulatan rakyat atas sumber‐sumber kehidupannya di NTB, Walhi NTB melakukan konsolidasi fungsionaris yaitu Eksekutif Daerah dan Dewan Daerah beserta 32 Lembaga anggota WALHI NTB melalui forum KDLH, Selain melakukan evaluasi program kerja organisasi yang merupakan mandat organisasi dan juga menjalankan STATUTA WALHI, juga melakukan perencanaan dalam menjalankan kerja-kerja penyelamatan lingkungan hidup di NTB tahun 2023;
Selian itu, penegakan Hak-Hak Rakyat untuk mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat sebagaimana dijamin dalam UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup harus pula dipastikan implementasinya dilakukan oleh Pemerintah di NTB dari tingkat Provinsi hingga kabupaten. Salah satu hal terburuk dalam lingkungan hidup di NTB telah terjadi, hasil investigasi WALHI NTB bersama jaringan Walhi NTB menemukan fakta bahwa sebagian besar sungai-sungai di NTB telah tercemar oleh mikroplastik akibat dari tatakelola sampah dan program pemerintah dalam pengelolaan sampah yang tidak memberikan perlindungan bagi kehidupan rakyat;
Sehingga dalam kesempatan Konsultasi Daerah Lingkungan Hidup WALHI NTB tahun 2023 ini, segenap Fungsionaris Walhi NTB menyatakan sikap bersama dan menyerukan kepada seluruh pihak di Nusa Tenggara Barat, DEMI PENEGAKAN KEDAULATAN RAKYAT ATAS SUMBER‐SUMBER KEHIDUPAN RAKYAT BAIK ITU DI KAWASAN HUTAN, PESISIR dan PULAU-PULAU KECIL serta PENGAWALAN KEADILAN EKOLOGIS di NTB, maka WAHANA LINGKUNGAN HIDUP bersama 32 LEMBAGA ANGGOTA yang tersebar di 10 Kabupaten/Kota di NTB menyatakan sikap bersama :
- PEMERINTAH NTB HARUS MELAKUKAN MORATORIUM DAN EVALUASI TERHADAP PERIZINAN INVESTASI PERTAMBANGAN DAN PARIWISATA DI KAWASAN HUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DI NTB;
- PEMERINTAH NTB BERSAMA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN HARUS MELAKUKAN PEMULIHAN KAWASAN HUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DARI KERUSAKAN EKOLOGI YANG DIAKIBATKAN OLEH PERTAMBANGAN dan PARIWISATA DI NTB;
- NEGARA HARUS MEMBERIKAN PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN TERHADAP WILAYAH KELOLA RAKYAT DAN SUMBER-SUMBER PENGHIDUPAN RAKYAT DI NTB;
- PEMERINTAH NTB HARUS SEGERA MELAKUKAN PEMULIHAN SUNGAI-SUNGAI DI NTB YANG TERCEMAR MIKROPLASTIK;
- PEMERINTAH HARUS MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP WARGA TERUTAMA BAGI PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK YANG TERDAMPAK PEMBANGUNAN DAN INVESTASI PERTAMBANGAN DAN PARIWISATA.
- PEMERINTAH HARUS MENINDAK TEGAS PELAKU PERUSAK LINGKUNGAN HIDUP DI NTB BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
- WALHI NTB AKAN MEMONITOR, MENGONTROL DAN MENGEVALUASI SEMUA PROYEK PEMBANGUNAN , PERTAMBANGAN, PARIWSATA, PENYELAMATAN HUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DI NTB SECARA BERKALA.
DEMIKIAN PERNYATAAN SIKAP WALHI NTB BERSAMA 32 LEMBAGA ANGGOTA WALHI NTB TERAHADAP PENYELAMATAN HUTAN, PESISIR dan PULAU-PULAU KECIL SEBAGAI WUJUD PERJUANGAN ATAS KEADILAN EKOLOGI SERTA PENEGAKAN KEDAULATAN RAKYAT ATAS SUMBER-SUMBER PENGHIDUPAN RAKYAT DI NTB.
SALAM ADIL DAN LESTARI !