Perjalanan menuju pemenuhan hak atas tanah di Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah, 520 KK yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Sekitar Hutan (LMDH) Lestari Rinjani desa Karang Sidemen bersama Walhi NTB selaku pendamping melakukan auidensi guna menindak lanjuti terbentuknya Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang dipimpin langsung oleh Bupati Lombok Tengah.
GTRA, sebagai salah satu instrumen dalam proses redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), mewakili komitmen pemerintah daerah dalam menjalankan ketentuan Peraturan Presiden No 86/2018 dan Peraturan Presiden terbaru Nomor 62/2023. Langkah ini diarahkan untuk mempercepat pelaksanaan reforma agraria yang mengakar dalam struktur agraria Indonesia.
Proses ini menjadi langkah baik guna terwujudnya hak dasar lebih dari 520 Kepala Keluarga (KK) yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Sekitar Hutan (LMDH) Lestari Rinjani Desa Karang Sidemen. Selama ini masyarakat mendapatkan Dukungan dan pendampingan dari WALHI NTB dalam perjuangan memperoleh hak atas lahan seluas 182 hektar, yang dulunya merupakan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Tresno Kenangan di Kawasan Hutan Karang Sidemen.
Audiensi yang digelar menjadi momentum krusial bagi koordinasi antara LMDH, WALHI NTB, dan Tim GTRA Kabupaten Lombok Tengah. Tujuan utamanya adalah menggalang dukungan dan memastikan kelancaran proses pengajuan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) hingga ke tingkat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI.
Kendati demikian, sebelumnya telah melalui dua kali verifikasi lapangan oleh Kementerian ATR/BPN RI, serta pengajuan semua tahapan hingga ke tingkat Kementerian ATR/BPN, masyarakat Desa Karang Sidemen tak mengendurkan semangatnya untuk memperoleh hak atas tanah tersebut. Mereka telah mengajukan sebagian besar dari total lahan, yaitu sekitar 152 hektar, untuk kepentingan 520 KK yang tersebar di 14 dusun. Adapun sisanya, lahan tersebut akan dikelola sebagai wilayah konservasi, mengingat adanya wilayah aliran sungai yang harus dipertahankan sebagai bagian dari konservasi lingkungan.
Audiensi ini dihadiri oleh Bupati Lombok Tengah Lalu Pathul Bahri selaku Ketua GTRA kabupaten lombok tengah dan Pak Subhan Kepala Kantor Pertanahan ATR/BPN Lombok Tengah, bersama sekitar 30 perwakilan masyarakat penggarap dan didampingi oleh Walhi NTB. Diskusi yang mengungkap sejumlah permasalahan dan komitmen untuk menyelesaikannya. Notulensi pertemuan mencatat sejumlah poin yang menjadi fokus pembicaraan.
Subhan, kepala Kantor Pertanahan (Kantah) Lombok Tengah, dengan tegas menyatakan bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyampaikan bahwa lahan tersebut tidak memiliki status hak (terlantar), sehingga masyarakat diperbolehkan untuk menguasainya. Penegasan ini diikuti dengan pengingat akan arahan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terkait perlunya mengakomodasi kepentingan empat pihak, yakni masyarakat, mantan pemilik, bank tanah, dan pemerintah daerah.
Subhan juga menyampaikan bahwa seluruh hasil rapat Tim GTRA telah disampaikan kepada Tim GTRA Provinsi NTB dan dilanjutkan ke Kementerian ATR/BPN RI, menandakan bahwa proses ini sedang berjalan dan mendapatkan perhatian yang serius. Informasi tambahan disampaikan mengenai permohonan pendaftaran hak milik oleh mantan pemilik, yang tidak bisa diakomodir karena lahan telah dikuasai oleh masyarakat dan masyarakat dapat menggarap lahan dengan nyaman dengan tetap berkoordinasi dengan pemerintah desa atau kepala desa.
Sementara itu, Direktur Walhi NTB menyoroti kemajuan Tim GTRA dan meminta salinan hasil rapat GTRA Lombok Tengah untuk pemantauan. Pak Suwarman dan Pak Haji Suparman dari masyarakat setempat juga menyampaikan harapan agar proses berjalan lancar sehingga mereka bisa mendapatkan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan tersebut.
Bupati Lombok Tengah menambahkan perspektif dari pemerintah daerah, mengingatkan tentang perjalanan panjang perjuangan terkait lahan tersebut sejak ia masih menjadi anggota DPR hingga menjadi bupati saat ini. Beliau menekankan perlunya kesabaran dalam proses ini, sambil mengingatkan akan keempat kepentingan yang harus diakomodir.
Kesimpulannya, pertemuan tersebut menegaskan komitmen untuk memprioritaskan kepentingan masyarakat dalam proses redistribusi tanah, meskipun mengakui kompleksitas dan lama proses yang harus dihadapi. Ada harapan bahwa dengan koordinasi yang baik antara berbagai pihak terkait, proses ini akan berjalan dengan lancar menuju pemberian hak milik kepada masyarakat dan tentunya untuk kesejehteraan masyarakat.