Mataram-CFD, 19 Maret 2023, Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD) diperingati setiap tanggal 8 Maret di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Bukan hanya sekedar perayaan, momentum IWD menjadi refleksi bersama bagi gerakan perempuan atas segala penindasan yang selama ini dihadapi oleh perempuan, sekaligus memperingati berbagai inisiatif dan gerakan perempuan yang perlu terus dirawat dan diperkuat. Secara historis, gerakan perempuan di Indonesia telah hidup sejak zaman kolonialisme, terlihat dari cerita pahlawan perempuan melalui perlawanan Cut Nyak Dien, Martha Christina Tiahahu dan beberapa figur perempuan lain. Sayangnya, semangat gerakan perempuan saat itu masih banyak yang belum tampil ke permukaan dan dibahas bersama;

Kontekstual, bahwa penyempitan isu perempuan yang membagi permasalahan perempuan secara sektoral juga membuat permasalahan perempuan tidak dilihat secara sistemik dan berkelindan satu sama lain. Padahal, akar permasalahan perempuan tidak hanya berada pada tingkat personal atau rumah tangga tetapi hasil dari kelindan patriarki, kapitalisme neoliberal, fundamentalisme, dan militerisme yang diejawantahkan Pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang mereka hasilkan;

Kini, gerakan perempuan terus hidup dan menyalakan api perlawanannya. Sayangnya, negara hari ini tidak berpihak pada perempuan, serangkaian kebijakan diciptakan tanpa mengakomodir kepentingan perempuan dan justru menempatkan perempuan pada krisis multidimensional yang telah membatasi ruang gerak perempuan. Menuju tahun politik, perempuan justru hanya dijadikan “ objek pengepul suara elit politik ” t anpa pernah membicarakan kepentingan perempuan. Hal itu juga akan berdampak domino, misalnya dengan kebijakan yang justru menempatkan perempuan dalam lapisan penindasan;

Meskipun pada periode ini telah lahir UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang juga merupakan dari kepentingan perempuan, hal ini tidak terlepas dari advokasi panjang yang dilakukan oleh gerakan perempuan dan bukan semata karena inisiatif dari negara. Negara sudah sewajibnya menjalankan tugasnya dalam perlindungan perempuan. Sehingga penting bagi gerakan perempuan untuk merefleksikan kembali perjuangan hari ini dengan melihat permasalahan secara holistik dan interseksional. Isu perempuan bukanlah sektor, sehingga tidak dapat dipisahkan dalam setiap permasalahan hari ini. Gerakan perempuan sejatinya berdampingan bersama gerakan sosial hari ini, sehingga suara perempuan menjadi penting dalam setiap permasalahan sosial yang ada, bukan hanya dilekatkan pada konteks seksualitasnya. Sehingga pada IWD 2023 ini, “Gerakan perempuan di NTB bersama gerakan sipil lainnya bersatu untuk memberikan peringatan kepada Negara termasuk di NTB”;

Hal tersebut diperparah dengan diterbitkan Perpu Cipatekerja oleh Presiden RI, hal ini mengancam berbagai sektor kehidupan rakyat, mulai dari buruh, mahasiswa dan masyarakat rentan di wilayah perkotaan hingga petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan di wilayah pedesaan dan pelosok negeri.

Presiden beralasan terdapat kegentingan memaksa akibat geopolitik dan ketidakpastian hukum bagi investor sebagai dasar pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja), bertujuan untuk menyelamatkan perekonomian

TIDAK ADA KEADILAN EKOLOGI TANPA KEADILAN GENDER

Indonesia. Padahal pada waktu bersamaan Presiden dan sejumlah Menteri, menyatakan pertumbuhan perekonomian meningkat secara signifikan pasca pandemi Covid-19. Anomali terjadi tidak hanya pada alasan pengesahan Perppu Cipta Kerja dan pernyataan kondisi perekonomian pasca pandemi. Pembangunan di Indonesia harus diganjar dengan berbagai penggusuran atas nama pembangunan dan proyek strategis nasional, ancaman kedaulatan pangan, fleksibilitas tenaga kerja, liberalisasi pendidikan, dan legitimasi pengrusakan lingkungan hidup serta berbagai bentuk pelanggaran HAM pada petani, nelayan, buruh, masyarakat adat, perempuan, masyarakat miskin kota dan pedesaan, serta kelompok rentan lainnya semakin masif terjadi.

Di Nusa Tenggara Barat, makin maraknya pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah di NTB dengan mendasarkan pada investasi/pemodal besar (Pertambangan dan Pariwisata) yang usahanya berorientasi dan berbasis kawasan baik itu kawasan hutan, pesisir dan pulau-pulau kecil serta alih fungsi lahan produktif telah mempersempit ruang gerak dan ruang bekerja rakyat dari segala sektor, demikian juga telah meminggirkan hak-hak perempuan baik itu di lingkar hutan, lahan produktif, pesisir dan pulau-pulau kecil Begitu pula investasi-investasi di pesisir yang memangkas hak kelola dan ruang tangkap nelayan seperti tambak Udang, Tambak Mutiara skala besar dll;

Demikian halnya dengan program pemerintah yang disebut dengan Project Strategis Nasional (PSN), salah satu contoh adalah adanya Perempuan Petani dan Buruh tani di Desa Gegerung, Desa Geriye dan desa desa Lingkar Pembangunan Bendungan PSN Lombok Barat (Bendungan Meninting) telah kehilangan Sumber sumber Air bersih dan sumber pangannya dampak dari PSN. Di satu Kampung saja ada 778 KK yang kehilangan sumber air bersihnya . Kalau di 8 desa ada puluhan Kampung , berapa ribu yang berteriak kehilangan air bersih dan ancaman ketakutan 60 orang Perempuan yang menderita karena terganggu Organ reproduksi karena setiap saat menggunakan air yang berwarna coklat yang diduga dampak dari pembangunan Bendungan Meninting;

Dengan demikian, hari ini pada tanggal 19 Maret 2023 kami dari CSO di NTB diantaranya: Solidaritas Perempuan – Mataram (SP Mataram), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia – Nusa Tenggara Barat (WALHI NTB), Wahana Pencinta Alam – Nusa Tenggara Barat (WANAPALA NTB), Sahabat Hijau – Nusa Tenggara Barat dalam Momentum Internasional Women Day (IWD) menyatakan sikap bersama:

  1. Mendesak Presiden RI segera mencabut Perpu Cipta Kerja dan hentikan segala bentuk pengkhianatan dan pembangkangan terhadap Konstitusi serta segera mencabut seluruh kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan konstitusi;
  2. Mendesak Pemerintah NTB untuk memberikan perlindungan terhadap 403 pulau di NTB dari Krisis Iklim, Bencana Ekologis dan investasi berbasis kawasan;
  3. Menuntut Pemerintah NTB untuk memberikan jaminan dan perlindungan hak hak hidup dan lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi perempuan terdampak Project Strategis Nasional dan Program Strategis Nasional di NTB (Bendungan Meninting Lobar, KEK Mandalika);
  4. Menuntut Pemerintah untuk memberikan akses dan Keadilan bagi perempuan dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam pada perhutanan sosial maupun dalam hal reforma agraria;
  5. Mendekatkan pelayanan pemerintah dalam hal kependudukan dan Catatan Sipil sampai ke pelosok-pelosok Desa di NTB.

Narahubung :
SP Mataram/Nurul Utami
Walhi NTB/Torikh