Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Amry Nuryadin, dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap pemberian izin pengelolaan tambang oleh Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Keagamaan. Penolakan ini bukan tanpa alasan, Amry menyampaikan beberapa poin penting yang mendasari sikap WALHI NTB terhadap isu ini. Berikut adalah beberapa alasan utama mengapa WALHI NTB menolak keras izin kelola tambang oleh Ormas Keagamaan.
Pertambangan Bukan Tugas Utama Ormas Keagamaan
WALHI NTB menegaskan bahwa Ormas Keagamaan seharusnya memfokuskan peran mereka menjaga hubungan dan harmoni dalam masyarakat serta melindungi harta bersama seperti hutan, kawasan esensial, dan sumber daya laut. Pertambangan, dengan segala dampak negatifnya terhadap lingkungan dan ekosistem, jelas tidak sejalan dengan tugas dan tanggung jawab yang diamanahkan semua agama sebagai pembawa pesan kebaikan untuk umat manusia.
Pandangan ini berdasarkan pada kenyataan bahwa pertambangan sering kali menyebabkan kerusakan yang signifikan pada lingkungan dan ekosistem. Misalnya, aktivitas pertambangan dapat mengakibatkan deforestasi, polusi air, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Kerusakan seperti ini bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh Ormas Keagamaan, yang menekankan pentingnya menjaga dan merawat ciptaan Tuhan, termasuk alam dan lingkungan.
Oleh karena itu, memberikan izin pengelolaan tambang kepada Ormas Keagamaan dianggap tidak tepat. Tindakan ini keluar dari konteks peran sebenarnya yang seharusnya diemban oleh Ormas Keagamaan dalam masyarakat. Sebaliknya, mereka menekankan perlunya mempertahankan fokus Ormas Keagamaan pada pelestarian lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam, sesuai dengan nilai-nilai agama yang mereka anut.
WALHI NTB juga menggarisbawahi bahwa memberikan tanggung jawab pengelolaan tambang kepada Ormas Keagamaan bisa mengarah pada konflik kepentingan dan mengaburkan garis tanggung jawab mereka yang sebenarnya. Mereka berpendapat bahwa upaya untuk menjaga lingkungan dan ekosistem seharusnya dilakukan oleh pihak yang memiliki keahlian dan pemahaman yang cukup dalam bidang tersebut, bukan oleh Ormas Keagamaan yang fokusnya lebih pada aspek keagamaan dan sosial masyarakat.
Kebangkrutan Ekologi di NTB
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terdiri dari 403 pulau kecil dan luas kawasan hutan mencapai 1.071.722 hektar. Namun, data dari investigasi WALHI NTB menunjukkan bahwa 60% kawasan hutan, sekitar 650,000 hektar, telah mengalami kerusakan akibat pembangunan yang berdampak buruk pada lingkungan.
Beberapa pembangunan yang disorot oleh WALHI NTB, seperti pertambangan PT AMNT, PT STM, dan PT AMG, serta rencana pembangunan pariwisata di KEK Mandalika dan rencana pembangunan kereta gantung di kawasan hutan Rinjani, semakin meningkatkan ancaman terhadap lingkungan.
Sementara itu, penggunaan batu bara sebagai bahan bakar listrik masih marak di NTB, meskipun pemerintah NTB telah mencanangkan net zero emission tahun 2050. Fakta ini menunjukkan ketidaksesuaian antara kebijakan dan praktik di lapangan.
Selain masalah lingkungan, masalah kemiskinan juga masih menjadi perhatian serius di NTB. Data dari WALHI NTB mencatat bahwa sekitar 13,83% penduduk NTB hidup di bawah garis kemiskinan, menjadikan NTB salah satu dari 10 daerah termiskin di Indonesia.
Permasalahan pengelolaan sampah juga menjadi sorotan, terutama terkait TPA Kebon Kongok yang sudah melebihi kapasitasnya. Hal ini mengakibatkan pencemaran lingkungan, termasuk masuknya mikroplastik ke dalam air sungai, yang menjadi tempat pembuangan sampah.
Keseluruhan, pembangunan di NTB, terutama di sektor pertambangan dan pariwisata, belum memberikan dampak positif yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, pembangunan tersebut justru meninggalkan kerugian dan kerusakan lingkungan yang serius, meningkatkan risiko bencana di berbagai wilayah di NTB.
Kebangkrutan ekologi dan kesengsaraan warga NTB jauh lebih penting mendapatkan perhatian dari ormas keagamaan ketimbang menerima dan mengelola tambang yang secara menyengsarakan kehidupan rakyat.
Kontribusi Terhadap Emisi & Kerentanan Pulau Kecil
Pertambangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memainkan peran penting dalam menyumbang emisi karbon yang memperburuk masalah perubahan iklim. NTB, yang terdiri dari sejumlah pulau kecil, memiliki risiko yang tinggi terhadap dampak perubahan iklim, terutama kenaikan permukaan air laut yang dapat mengancam eksistensi pulau-pulau tersebut. Dengan 403 pulau kecil, masyarakat NTB rentan terhadap potensi tenggelamnya pulau-pulau akibat kenaikan permukaan air laut, yang dapat mengakibatkan kehilangan tempat tinggal dan sumber daya penting.
Aktivitas pertambangan yang tidak terkontrol di NTB menjadi salah satu faktor utama yang memperparah situasi ini. Emisi karbon yang dihasilkan dari pertambangan bukan hanya mempercepat pemanasan global, tetapi juga meningkatkan risiko tenggelamnya pulau-pulau kecil. Ini menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup masyarakat lokal, yang bergantung pada pulau-pulau tersebut untuk tempat tinggal dan sumber daya alam.
Oleh karena itu, penolakan oleh WALHI NTB terhadap pemberian izin pengelolaan tambang oleh Ormas Keagamaan juga mencerminkan kekhawatiran akan dampak lingkungan yang lebih luas, termasuk kontribusi pertambangan terhadap perubahan iklim. WALHI NTB menekankan pentingnya menjaga lingkungan dan mengurangi emisi karbon sebagai prioritas utama. Ini penting terutama di wilayah seperti NTB, yang rentan terhadap dampak perubahan iklim dan harus menghadapi tantangan besar untuk melindungi pulau-pulau kecil dan sumber daya alam mereka.
Upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan organisasi lingkungan seperti WALHI NTB, diperlukan untuk mengatasi tantangan ini. Langkah-langkah untuk mengurangi emisi karbon, membatasi aktivitas pertambangan yang merusak lingkungan, dan melindungi pulau-pulau kecil di NTB harus diambil secara serius untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Bertentangan dengan Nilai Keagamaan
Terakhir WALHI NTB menekankan bahwa pertambangan bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan yang dianut oleh Ormas Keagamaan. Ormas Keagamaan memiliki peran penting dalam menjaga bumi dan lingkungan hidup. Ajaran agama, khususnya dalam Islam, menekankan pentingnya menjaga alam dari kerusakan yang diakibatkan oleh tangan manusia.
Dalam pandangan Amry Nuryadin, Direktur WALHI NTB, ada enam prinsip utama yang harus dijaga oleh Ormas Keagamaan dalam konteks pelestarian lingkungan:
- Menjaga Kehidupan
Setiap bentuk kehidupan harus dilindungi dari ancaman kerusakan dan kepunahan akibat aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab.
- Menjaga Harta (Hifzul Mal)
Harta bersama seperti hutan dan sumber air merupakan aset penting yang harus dilindungi. Eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya ini dapat mengakibatkan kerusakan permanen yang merugikan semua pihak.
- Menjaga Keturunan (Keadilan Antar Generasi)
Sumber daya alam harus dikelola dengan bijak agar tetap tersedia bagi generasi mendatang. Pertambangan yang merusak lingkungan tidak hanya membahayakan generasi saat ini, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup generasi mendatang.
- Menjaga Akal dari Ekstraktivisme
Aktivitas ekstraktif seperti pertambangan sering kali mendorong masyarakat untuk mengejar keuntungan jangka pendek tanpa memikirkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan kesehatan mental.
- Menjaga Ajaran Agama
Ajaran agama menitikberatkan pada kelestarian sumber hidup dan penghidupan umat. Merusak lingkungan sama saja dengan mengkhianati ajaran agama yang mengajarkan pentingnya menjaga alam sebagai anugerah dari Tuhan.
- Menjaga Lingkungan Hidup
Pelestarian lingkungan hidup adalah tanggung jawab bersama yang harus dijunjung tinggi. Setiap tindakan yang merusak lingkungan bertentangan dengan prinsip dasar menjaga kelestarian bumi.
Pertambangan, yang seringkali merusak lingkungan, jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, WALHI NTB mengajak semua Ormas Keagamaan untuk menolak izin pengelolaan tambang sebagai bentuk komitmen mereka terhadap ajaran agama yang mengutamakan pelestarian lingkungan. Dengan bersatu dalam menolak izin tambang, Ormas Keagamaan dapat menunjukkan peran aktif mereka dalam menjaga bumi dan memastikan keberlanjutan hidup bagi semua makhluk.
Seruan WALHI NTB
WALHI NTB menyerukan kepada seluruh Ormas Keagamaan untuk bersama-sama menolak izin kelola tambang. Penolakan ini didasarkan pada keyakinan bahwa aktivitas pertambangan tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan yang mengajarkan untuk menjaga dan melindungi alam. WALHI NTB berkomitmen untuk terus mengadvokasi isu ini melalui berbagai aksi damai, diskusi, dan pertemuan dengan jaringan Ormas Keagamaan di NTB.
Dengan demikian, langkah WALHI NTB ini merupakan upaya nyata untuk menjaga kelestarian lingkungan dan memastikan bahwa kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak merusak ekosistem dan kehidupan masyarakat. Mari kita dukung bersama gerakan ini demi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Mengetahui
Dir Walhi NTB
Amri Nuryadin